Sunday, August 17, 2014

CONTOH TEKS CERPEN

Orientasi
Setiap pagi wajah lelaki muda itu selalu kujumpai di depan rumah.  Dengan baju seragamnya, terlihat gagah. Kami bertatapan sejenak lalu sama-sama menunduk dan berjalan dalam diam. Aku keluar gang tempat kost, menuju jalan raya. Kebetulan aku akan berangkat kerja di kota Trenggalek. Sedangkan lelaki muda ini akan berangkat kerja menuju arah kota Blitar.
Lama-lama tidak enak juga berjalan dalam diam. Eh, ternyata  dia juga punya rasa yang sama.
Suatu pagi, tepatnya Jumat pagi, dia tersenyum dan menyapaku. “Kerja di mana, Dik?” tanyanya lirih
“Ngajar di SMP Pogalan, Mas.” Lalu kebisuan mewarnai perjalanan kami lagi.
Komplikasi
Sebulan lamanya kebersamaan ini terasa sunyi. Suatu pagi, hujan deras tidak bisa diajak kompromi. Wah, matilah aku. Pasti aku akan datang terlambat di sekolah. Aku belum punya payung!
Pucuk dicinta ulam tiba. Alhamdulillah, lelaki muda itu lewat depan tempat kostku. Aku pura-pura menundukkan kepala.
Terdengar suara lirih memanggilku,”Dik, ayo berangkat, nanti terlambat,lho!”
Akhirnya aku berjalan berdampingan dengan Mas Iskhan dengan tergesa-gesa ke jalan raya. Aku tahu namanya dari identitas nama di dadanya. Ternyata mas Iskhan cakep juga. Hidung mancungnya terlihat dari samping, saat aku melirik sejenakke arahnya.
Oh, kenapa dada ini tiba-tiba berdegup kencang? Adakah rasa lain di hari ni?
Resolusi
Pulang kerja badanku meriang semua. Ini pasti karena air hujan tadi. Esuk harinya, aku semakin menggigil kedinginan. Semua teman kost sudah berangkat kerja.
“Aku  harus ke dokter,” batinku pasti. Aku bergegas ganti baju setelah sebelumnya menelepon kepala sekolah untuk minta izin.
Sesaat aku sudah keluar pagar. Ya Alloh! Siapa yang sedang berdiri tegak di tepi jalan itu? Ternyata Mas Iskhan.
“Aku tunggu dari tadi kok gak keluar-keluar, Dik? Sapanya lirih.
“Aku sakit,Mas. Ini mau ke dokter.” Jawabku sambil merapatkan jaket.
“Lho, badanmu panas sekali!” Katanya sambil memegang keningku.
“Ayo saya antarkan.” Lanjutnya sambil menggandeng tanganku .
Duh, Gusti. Aku seperti tersambar petir.
Pulang dari dokter aku diantar pulang naik becak oleh Mas Iskhan.
Dia mengantarku sampai ruang tamu. Aku persilakan dia duduk. Lebih kaget aku ketika Mas Iskhan melanjutkan perkataannya.
“Dik, Sabtu ini aku akan datang melamarmu ke rumah orang tuamu.”

No comments:

Post a Comment