Monday, September 16, 2024

Sunan Drajat atau Raden Qasim

 

Raden Qasim atau Raden Syarifuddin

 

Raden Qasim atau Raden Syarifuddin, adalah salah satu dari Wali Songo di tanah Jawa yang terkenal Sunan Drajat. Beliau termasuk tokoh Karismatik dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa dan di luar tanah Jawa. Beliau adalah putra dari Sunan Ampel (Raden Rahmat)  dan ibu yang bernama Nyi Ageng Manila. Nyi Ageng Manila adalah putri dari seorang adipati di Tuban, yang bernama Arya Teja.

Nama "Drajat" diambil dari nama wilayah tempat Sunan Drajat menjalankan dakwahnya, yaitu Desa Drajat di Kecamatan Paciran, Lamongan, Jawa Timur. Raden Qasim menetap dan mendirikan pesantren di desa ini, yang kemudian dikenal sebagai pusat pengajaran Islam di wilayah tersebut. Seiring waktu, masyarakat mulai mengenal beliau sebagai Sunan Drajat, mengacu pada tempat tinggal dan aktivitas dakwahnya.

Masa Kecil

Sunan Drajat lahir sekitar abad ke-15 di Ampel Denta, Surabaya. Sejak kecil, ia dikenal sebagai anak yang cerdas dan memiliki minat mendalam terhadap agama Islam. Ayahnya, Sunan Ampel, adalah guru besar agama Islam yang mendidik Sunan Drajat dengan pengetahuan Islam dan nilai-nilai kebajikan. Dari masa kecil, Raden Qasim sudah menunjukkan karakter kepemimpinan dan kecintaan terhadap membantu sesama.

Masa Remaja dan Dakwah

Setelah cukup dewasa, Sunan Drajat diutus oleh ayahnya untuk berdakwah di wilayah pesisir utara Jawa, khususnya di daerah Lamongan. Di sana, beliau mendirikan sebuah pesantren dan dikenal sebagai ulama yang bijak serta sangat peduli terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar.

Sunan Drajat menekankan ajaran Islam yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, kasih sayang, dan kedermawanan. Ia terkenal dengan kepeduliannya terhadap fakir miskin, anak yatim, dan mereka yang membutuhkan. Salah satu ajarannya yang terkenal adalah "Pikukuh kang wong cilik, wenehono teken marang wong kang wuto, wenehono pangan marang wong kang luwe, wenehono busono marang wong kang wudo, wenehono payung marang wong kang kaudanan". Artinya adalah memberi tongkat kepada yang buta, memberi makan kepada yang lapar, memberi pakaian kepada yang telanjang, dan memberi payung kepada yang kehujanan. Ajaran ini mencerminkan betapa besar perhatian Sunan Drajat terhadap kesejahteraan sosial dan memperkuat nilai-nilai gotong royong dalam masyarakat.

 

Dakwah di Lamongan

Dalam menjalankan dakwahnya, Sunan Drajat tidak hanya mengajarkan agama, tetapi juga memperkenalkan keterampilan hidup yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Beliau mendirikan pusat pendidikan dan ekonomi yang mengajarkan keterampilan bercocok tanam, berdagang, dan seni. Melalui pendekatan ini, ajaran Islam semakin mudah diterima oleh masyarakat Lamongan dan sekitarnya.

Di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan, Sunan Drajat mendirikan pesantren dan tinggal di sana hingga akhir hayatnya. Di daerah inilah ia mengembangkan dakwahnya dengan sangat pesat dan berhasil mengislamkan banyak masyarakat Jawa.

Akhir Hayat

Sunan Drajat wafat pada tahun 1522 M. Beliau dimakamkan di daerah Drajat, Lamongan, yang kemudian menjadi tempat ziarah yang ramai dikunjungi hingga saat ini. Warisannya dalam bentuk ajaran Islam yang sarat dengan nilai-nilai sosial dan kemanusiaan terus dikenang dan dilanjutkan oleh generasi-generasi berikutnya. Sunan Drajat meninggalkan jejak yang sangat mendalam dalam penyebaran Islam di Jawa, terutama melalui pendekatannya yang humanis dan kearifannya dalam mengatasi persoalan sosial di masyarakat.

Keturunan Sunan Drajat

Sunan Drajat memiliki keturunan yang terus menjaga dan melestarikan ajaran Islam, baik dalam pendidikan agama maupun peran sosial di masyarakat. Namun, tidak banyak data sejarah yang mendokumentasikan secara lengkap garis keturunan Sunan Drajat hingga generasi sekarang. Yang diketahui adalah beberapa keturunan langsung dari Sunan Drajat melanjutkan peran dakwah dan kepemimpinan agama di wilayah Jawa, seperti halnya para Wali Songo lainnya.

Di antara anak-anak Sunan Drajat yang terkenal adalah:

1.     Sunan Dalem (Raden Suryadilaga): Salah satu putra Sunan Drajat yang melanjutkan dakwah Islam. Ia juga dikenal dengan nama Raden Suryadilaga dan berperan penting dalam penyebaran Islam di Jawa Timur.

2.     Pangeran Trenggana: Ada juga yang menyebutkan bahwa keturunan Sunan Drajat terhubung dengan tokoh-tokoh kerajaan Demak, seperti Pangeran Trenggana, meskipun garis keturunan ini kadang diperdebatkan karena adanya versi yang berbeda dalam sumber sejarah. Selain itu, banyak keturunan Sunan Drajat yang tersebar di berbagai wilayah Jawa, khususnya di sekitar Lamongan, yang dikenal sebagai pusat dakwah dan peninggalan beliau. Banyak dari keturunan tersebut yang menjadi ulama, tokoh agama, dan pemimpin masyarakat lokal.

 

Berikut beberapa peninggalan Sunan Drajat yang terkenal:

1. Masjid Sunan Drajat

Masjid Sunan Drajat yang terletak di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, adalah salah satu peninggalan yang paling dikenal. Masjid ini didirikan oleh Sunan Drajat dan digunakan sebagai tempat dakwah serta pusat pendidikan Islam. Meskipun masjid tersebut telah mengalami beberapa renovasi, masjid ini tetap menjadi pusat kegiatan keagamaan hingga kini.

2. Pesantren Drajat

Sunan Drajat juga mendirikan sebuah pesantren di wilayah Drajat, yang pada masanya berfungsi sebagai pusat pembelajaran Islam dan tempat untuk melatih masyarakat agar mandiri secara ekonomi. Pesantren ini mengajarkan tidak hanya ilmu agama, tetapi juga keterampilan hidup seperti bertani, berdagang, dan seni. Pesantren ini menjadi model awal untuk lembaga pendidikan Islam yang dikembangkan oleh para wali lainnya di Jawa.

3. Makam Sunan Drajat

Makam Sunan Drajat yang terletak di Desa Drajat, Lamongan, adalah salah satu situs ziarah penting bagi umat Islam di Indonesia. Kompleks makam ini tidak hanya menjadi tempat peristirahatan terakhir Sunan Drajat, tetapi juga tempat spiritual yang sering dikunjungi oleh masyarakat untuk memohon berkah dan mendoakan beliau. Makam ini juga menjadi simbol penghormatan terhadap jasa-jasa Sunan Drajat dalam menyebarkan Islam.

4. Gamelan Singomengkok

Sunan Drajat juga meninggalkan peninggalan berupa alat musik tradisional gamelan yang dikenal dengan nama Gamelan Singomengkok. Alat musik ini dipercaya digunakan oleh Sunan Drajat dalam berdakwah melalui pendekatan seni dan budaya. Melalui musik gamelan, Sunan Drajat mampu mendekati masyarakat Jawa yang saat itu sangat akrab dengan kesenian, sehingga ajaran Islam lebih mudah diterima.

5. Piagam dan Ajaran Sosial

Sunan Drajat dikenal sebagai wali yang memiliki kepedulian sosial tinggi. Salah satu peninggalan non-fisiknya adalah ajaran-ajaran sosial yang mencerminkan kedermawanan dan kepedulian terhadap kaum miskin dan tertindas. Beberapa ajaran terkenal yang ditinggalkannya adalah:

·     Pikukuh kang wong cilik: Memberikan perlindungan kepada orang kecil.

·     Wenehono teken marang wong kang wuto: Memberikan tongkat kepada yang buta.

·     Wenehono pangan marang wong kang luwe: Memberikan makan kepada yang lapar.

·     Wenehono busono marang wong kang wudo: Memberikan pakaian kepada yang telanjang.

·     Wenehono payung marang wong kang kaudanan: Memberikan payung kepada yang kehujanan.

Ajaran-ajaran ini menggambarkan betapa besar perhatian Sunan Drajat terhadap kesejahteraan sosial dan nilai gotong royong, yang menjadi warisan moral penting bagi masyarakat.

6. Sendang Duwur

Sumber air (sendang) di wilayah Drajat juga merupakan salah satu peninggalan yang diyakini berasal dari Sunan Drajat. Sendang ini sering dianggap memiliki nilai sejarah, karena menjadi sumber air bersih yang sangat berguna bagi masyarakat sekitar pada masa itu.

 

Gelar Sunan Drajat

Nama Sunan Drajat yang disematkan pada Raden Qasim memiliki makna penting dalam konteks sejarah dan peran beliau dalam penyebaran Islam di Jawa. Ada beberapa penjelasan terkait asal-usul nama ini:

1.     Lokasi Penyebaran Dakwah

Nama "Drajat" diambil dari nama wilayah tempat Sunan Drajat menjalankan dakwahnya, yaitu Desa Drajat di Kecamatan Paciran, Lamongan, Jawa Timur. Raden Qasim menetap dan mendirikan pesantren di desa ini, yang kemudian dikenal sebagai pusat pengajaran Islam di wilayah tersebut. Seiring waktu, masyarakat mulai mengenal beliau sebagai Sunan Drajat, mengacu pada tempat tinggal dan aktivitas dakwahnya.

2.     Makna Filosofis dari "Drajat"

Secara etimologis, kata "Drajat" berasal dari bahasa Arab "darajat" yang berarti tingkatan atau derajat. Nama ini mencerminkan kedudukan beliau yang tinggi dalam masyarakat, baik secara spiritual maupun sosial. Sunan Drajat dianggap mencapai derajat yang tinggi dalam hal keimanan, kebijaksanaan, serta kepedulian sosial. Melalui ajarannya yang penuh kasih sayang kepada kaum miskin dan perhatian terhadap kesejahteraan umat, Sunan Drajat mendapatkan pengakuan sebagai seorang wali yang memiliki "derajat" mulia di mata masyarakat.

3. Penghormatan sebagai Wali Songo

Sebagai salah satu anggota Wali Songo, julukan "Sunan" (gelar kehormatan untuk wali atau pemimpin spiritual) diberikan kepada Raden Qasim. Gelar Sunan biasanya diberikan kepada ulama yang memiliki peran penting dalam menyebarkan agama Islam dan memiliki pengaruh besar dalam masyarakat. Kombinasi dari "Sunan" dan "Drajat" tidak hanya merujuk pada wilayah dakwah beliau, tetapi juga menunjukkan posisi beliau sebagai sosok yang dihormati dalam hierarki keagamaan.

4. Peran Sosial dan Kedermawanan

Nama "Drajat" juga bisa dikaitkan dengan ajaran dan tindakan sosial Sunan Drajat yang sangat peduli pada peningkatan derajat kehidupan masyarakat kecil. Beliau dikenal sebagai sosok yang mengutamakan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan agama dan keterampilan hidup. Pendekatan ini membantu meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar, sehingga mereka pun secara simbolis "naik derajat".

 

No comments:

Post a Comment